Latar belakang tari legong
Tidak
pernah ada yang menjumpai kata (legong) dalam catatan-catatan
kuno. Diduga kata legong berasal dari kata leg yang artinya gerak
tari yang luwes atau lentur yang merupakan ciri pokok tari Legong. Adapun gong
yang berarti instrument pengiringnya artinya gamelan. Legong dengan demikian
mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan
yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong dinamakan
Gamelan Semar Pagulingan. Salah satu bentuk tarian asli yang sangat tua umurnya
adalah tari Sang Hyang yang merupakan media keagamaan yang sangat penting dan
dipertunjukan dalam upacara keagamaan. Perbendaharaan geraknya berupa
gerak-gerak peniruan alam yang dibuat amat abstrak dan distilisasikan, yang
kemudian dipakai dalam tari Legong. Dalam perkembangannya gerak-gerak tersebut
diperindah dan disempurnakan wujudnya.
Legong yang kita ketahui sekarang merupakan percampuran dari elemen-elemen tari yang berbeda sekali jenisnya. Elemen tersebut berasal dari kebudayaan Hindu Jawa yang dituangkan dalam bentuk tari klasik yang disebut Gambuh. Gambuh merupakan tipe drama tari yang berasal dari pra-Islam Jawa dan mungkin sudah dikenal di Bali sejak permulaan abad ke-15. Untuk Legong, cerita yang paling umum dipakai sebagai lakon ialah cerita Lasem yang bersumber dari cerita Panji. Elemen cerita bukan suatu hal yang paling menarik dalam tari Legong karena cara pendramaannya sangat sederhana dan abstrak. Kenyataannya orang tidak dapat mengerti tari Legong tanpa mendengarkan dialog dari juru tandak, penyanyi pria yang duduk di tengah-tengah gamelan.
Menurut Babad
Dalem Sukawati, sebuah riwayat tua desa Sukawati, Gianyar,
tari Legong diciptakan berdasarkan mimpi I Dewa Agung Made Karna,
raja Sukawati yang bertakhta pada 1775-1825 M. I Dewa Agung Made
Karna sedang melakukan tapa di pura Jogan Agung Ketewel dekat desa Sukawati.
Dalam semadinya beliau bermimpi melihat bidadari sedang menari di Surga. Mereka
menari dengan busana indah dan memakai hiasan kepala dari emas.
Ketika sadar dari mimpinya, I Dewa Agung Made Karna memerintahkan kepeda Bendesa Ketewel (kepala desa) untuk membuat beberapa topeng dan menciptakan suatu tarian yang mirip dengan impiannya. Tidak lama setelah itu, Bendesa Ketewel berhasil membuat sembilan buah topengnya diragakan oleh dua orang penari Sang Hyang dan yang kini sudah memakai koreografi yang pasti diduga telah diciptakan waktu itu.
Beberapa lama setelah terciptanya Sang Hyang Legong, sebuah kelompok kesenian yang dipimpin I Gusti Jelantik dan Blahbatuh mempertunjukan tari Nandir yang gayanya hampir sama dengan tari Sang Hyang Legong, kecuali penari dua anak laki-laki yang tidak memakai topeng. I Dewa Agung Manggis segera memerintahkan dua orang seniman dari Sukawati untuk menata tari Nadir agar dapat diperagakan oleh anak-anak perempuan. Sejaka saat itulah tari Legong Klasik diciptakan sampai sekarang.
Pada mulanya tari Legong merupakan kesenian feudal dari kaum triwangsa di Bali. Legong dalam inspirasi dan kreasinya sama dengan Gmabuh, yaitu suatu kesenian dari istana. Kesenian ini berkembang sesuai dengan pola kebangsawanan dan mendapat dorongan dari para raja zaman dahulu. Para petugas kerajaan memeriksa ke desa-desa untuk mendapatkan anak-anak perempuan yang berbakat untuk dilatih dan dijadikan penari Legong. Proses terjadinya tari Legong sudah merupakan konsep dalam seni pertunjukan yang mampu berkreasi terutama seniman-seniman, mengambil elemen dari kerakyatan yang dikembangkannya menjadi kesenian yang tinggi mutunya.
Sampai sejauh ini, belum dapat dipastikan kapan sesungguhnya tari Legong diciptakan. I Gusti Gede Raka, seorang guru Legong dari desa Saba, mengatakan bahwa Legong telah dikenal di desanya sejak 1811 M. Ungkapan ini sesuai dengan Babad Dalem Sukawati.
Lakon yang biasa dipakai dalam Legong kebayakan bersumber pada:
- Cerita Malat khususnya kisah
Prabu Lasem.
- Cerita Kuntir dan Jobog
(kisah Subali Sugriwa).
- Legod Bawa (kisah Brahma
Wisnu tatkala mencari ujung dan pangkal Lingganya Siwa).
- Kuntul (kisah burung).
- Sudarsana (semacam
Calonarang)
- Palayon
- Chandrakanta dan lain
sebagainya.
Jenis
jenis tarian
TARI
TRADISIONAL
Tari
tradisional merupakan sebuah bentuk tarian yang sudah lama ada. Tarian ini
diwariskan secara turun temurun. Sebuah tarian tradisional biasanya mengandung
nilai filosofis, simbolis dan relegius. Semua aturan ragam gerak tari
tradisional, formasi, busana, dan riasnya hingga kini tidak banyak berubah
Tarian
diatas merupakan tarian tradisional yang terdapat di bali
TARI TRADISIONAL
KLASIK
Tari
tradisional klasik dikembangkan oleh para penari kalangan bangsawan istana.
Aturan tarian biasanya baku atau tidak boleh diubah lagi. Gerakannya anggun dan
busananya cenderung mewah. Fungsi : sebagai sarana upacara adat atau penyambutan
tamu kehormatan. Contoh : Tari Topeng Kelana (Jawa Barat), Bedhaya Srimpi (Jawa
Tengah), Sang Hyang (Bali), Pakarena dan pajaga (Sulawesi Selatan)
Tarian
diatas merupakan tarian klasik yaitu tari topeng kelana
TARI
TRADISIONAL KERAKYATAN
Berkembang
di kalangan rakyat biasa. Gerakannya cenderung mudah Ditarikan bersama juga iringan
musik. Busananya relatif sederhana. Sering ditarikan pada saat perayaan sebagai
tari pergaulan. Contoh: Jaipongan (Jawa Barat), payung (Melayu), Lilin
(Sumatera Barat)
Tarian
diatas merupakan tarian jaipong daerah jawa barat
TARI
KREASI BARU
Merupakan
tarian yang lepas dari standar tari yang baku. Dirancang menurut kreasi penata
tari sesuai dengan situasi kondisi dengan tetap memelihara nilai artistiknya.
Tari kreasi baik sebagai penampilan utama maupun sebagai tarian latar hingga
kini terus berkembang dengan iringan musik yang bervariasi, sehingga muncul
istilah tari modern. .Pada garis besarnya tari kreasi dibedakan menjadi dua
golongan yaitu:
1. Tari
Kreasi Baru Berpolakan Tradisi
Yaitu
tari kreasi yang garapannya dilandasi oleh kaidah-kaidah tari tradisi, baik
dalam koreografi, musik/karawitan, rias dan busana, maupun tata teknik
pentasnya. Walaupun ada pengembangan tidak menghilangkan esensiketradisiannya.
2. Tari
Kreasi Baru Tidak Berpolakan Tradisi (Non Tradisi)
Tari
Kreasi yang garapannya melepaskan diri dari pola-pola tradisi baik dalam hal
koreografi, musik, rias dan busana, maupun tata teknik pentasnya. Walaupun
tarian ini tidak menggunakan pola-pola tradisi, tidak berarti sama sekali tidak
menggunakan unsur-unsur tari tradisi, mungkin saja masih menggunakannya
tergantung pada konsep gagasan penggarapnya. Tarian ini disebut juga tari
modern, yang istilahnya berasal dari kata Latin “modo” yang berarti baru saja.
Tari
diatas merupakan tari kreasi baru
TARI
KONTEMPORER
Gerakan
tari kontemporer simbolik terkait dengan koreografi bercerita dengan gaya unik
dan penuh penafsiran. Seringkali diperlukan wawasan khusus untuk menikmatinya.
iringan yang dipakai juga banyak yang tidak lazim sebagai lagu dari yang
sederhana hingga menggunakan program musik komputer seperti Flutyloops.
Tarian
diatas merupakan tarian kontemporer
(http://www.kabarkami.com/etnik-kontemporer-di-societeit-de-harmonie-makassar.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar